CIMSight #46: Women Empowerment dan Kekerasan Seksual: Bagaimana Kita Bisa Mengakhiri?

Woman empowerment atau pemberdayaan perempuan adalah proses ketika perempuan mendapatkan kekuatan untuk mengendalikan hidupnya sendiri dan mengambil keputusan strategis. Dalam hal ini terdapat lima komponen penting, yaitu:

a. Rasa harga diri

b. Hak untuk memilih

c. Akses ke sumber daya

d. Kendali atas hidup di dalam & luar rumah

e. Pengaruh dalam perubahan sosial

Pemberdayaan perempuan bukan hanya tentang hak dan kebebasan, tetapi juga tentang melawan kekerasan seksual. Pemberdayaan perempuan adalah langkah penting dalam mencegah kekerasan seksual. Ketika perempuan tahu hak-haknya dan memiliki kendali atas hidup mereka, mereka bisa lebih kuat dalam melawan kekerasan dan menciptakan perubahan sosial.

 

Gender-based Violence (GBV) hingga kini masih menjadi masalah di berbagai negara. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Prevalensi tinggi dan pelaporan yang rendah

Satu dari tiga perempuan mengalami kekerasan fisik dan seksual seumur hidup. Namun, banyak yang tidak melapor karena takut stigma atau pembalasan.

b. Dampak kesehatan yang mendalam

GBV membawa dampak besar pada kesehatan, mulai dari cedera hingga gangguan mental serius, seperti depresi dan PTSD.

c. Norma sosial yang menormalisasi kekerasan 

Masih ada budaya yang memperkuat ketidaksetaraan gender dan membenarkan kekerasan terhadap perempuan. 

d. Peningkatan risiko di daerah konflik dan krisis

Di daerah konflik atau pengungsian, perempuan seringkali menjadi sasaran utama kekerasan.

e. kurangnya sistem hukum yang mendukung

Meskipun ada hukum yang melindungi, implementasinya seringkali lemah, membuat banyak korban takut untuk melapor.

 

Bentuk-bentuk kekerasan seksual yang sering terjadi di lingkungan sosial dan profesional antara lain:

a. Pelecehan di tempat kerja

Pelecehan seksual & psikologis yang dialami banyak perempuan dalam karir mereka.

b. Kekerasan oleh Pasangan Intim (IPV)

Kekerasan fisik, seksual, dan emosional dalam hubungan.

c. Pelecehan online

Cyberstalking dan penyebaran gambar intim tanpa izin.

d. Pelecehan di ruang publik 

Komentar dan sentuhan tidak diinginkan yang menargetkan perempuan.

e. Diskriminasi profesional

Ketidaksetaraan upah dan kesempatan karir terbatas.

 

Dampak yang dapat timbul dari adanya kekerasan seksual terhadap korban meliputi:

a. Dampak fisik

  • Cedera seperti memar, patah tulang, dan cedera internal
  • Nyeri kronis dan masalah kesehatan reproduksi
  • Infeksi menular seksual (IMS) akibat kekerasan seksual

b. Dampak psikologis

  • Kecemasan, depresi, dan PTSD
  • Harga diri yang rendah dan pemikiran untuk bunuh diri
  • Luka emosional yang bertahan lama setelah kekerasan berakhir

c. Dampak sosial 

  • Isolasi sosial dan stigma
  • Hubungan yang rusak dan masalah kepercayaan
  • Ketidakstabilan ekonomi dan gangguan karir

 

Kekerasan seksual masih sering terjadi, terutama di negara berkembang. Tingginya angka kejadian kekerasan seksual tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Kemiskinan

Tekanan ekonomi memperburuk ketegangan dalam rumah tangga dan komunitas, meningkatkan risiko KBG.

b. Ketidakstabilan sosial dan adanya konflik

Perang, pengungsian, dan krisis kemanusiaan menciptakan kondisi rawan di mana perempuan dan anak-anak lebih mudah menjadi korban kekerasan.

c. Kurangnya akses pendidikan

Tanpa pendidikan yang memadai, banyak orang tidak memahami hak mereka atau bagaimana melindungi diri dari kekerasan.

 

Berbagai negara memiliki cara yang berbeda dalam melindungi perempuan dari kekerasan seksual. Indonesia telah memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sejak tahun 2022 yang secara khusus mengatur berbagai bentuk kekerasan seksual dan menjamin hak korban untuk perlindungan, pendampingan, serta pemulihan. Dukungan layanan seperti SAPA 129 dan Unit PPA juga diperkuat, meskipun tantangan seperti keterbatasan sosialisasi dan layanan di daerah masih terjadi.

 

Di Amerika Serikat, perlindungan hukum didorong oleh Violence Against Women Act (VAWA) yang mendanai pelatihan aparat, rape kit gratis, hotline nasional, dan pusat krisis untuk korban. Tapi meski hukumnya kuat, hanya 1 dari 25 pelaku perkosaan yang benar-benar dipenjara—menunjukkan masih adanya kesenjangan besar antara laporan dan hukuman.

 

Sementara itu, Swedia menjadi pionir dengan hukum berbasis persetujuan: setiap hubungan seksual tanpa persetujuan eksplisit dianggap pemerkosaan. Korban di Swedia bahkan mendapat penasihat hukum gratis dari negara. Setelah undang-undang ini diberlakukan pada 2018, jumlah vonis pemerkosaan meningkat 75%. Swedia juga mengajarkan soal persetujuan sejak di sekolah, sebagai bagian dari upaya pencegahan jangka panjang.

 

Lalu, apa yang bisa kita lakukan sebagai individu untuk mendukung pemberdayaan perempuan dan mengurangi kekerasan seksual di masyarakat?

a. Edukasi diri dan sekitar

Pelajari isu kesetaraan gender dan kekerasan seksual. Share info bermanfaat ke keluarga dan teman.

. Berani bicara, jangan diam

Jika melihat tindakan yang tidak pantas, baik offline ataupun online, tanggapi dengan bijak. Jangan hanya menjadi penonton.

c. Dukung korban, bukan menghakimi

Percaya cerita mereka, dengarkan dengan empati, dan bantu arahkan ke layanan bantuan.

d. Gunakan media sosial secara positif 

Sebarkan edukasi, lawan komentar pelecehan, dan bantu ciptakan ruang digital yang aman.

e. Jadi contoh yang baik di lingkungan 

Sikapmu bisa menginspirasi orang lain. Tunjukkan dukungan lewat tindakan nyata di rumah, sekolah, atau tempat kerja.

 

Menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan bukan hanya tugas satu pihak, tapi tanggung jawab bersama. Pemerintah berperan penting melalui pembuatan dan penegakan regulasi yang melindungi perempuan dari kekerasan, menyediakan layanan dukungan bagi korban, serta mengedukasi publik tentang kesetaraan dan hak-hak perempuan. Di sisi lain, organisasi non-profit turut aktif melalui kampanye sosial, penyuluhan di tingkat komunitas, serta pendampingan langsung bagi penyintas kekerasan. Mereka juga menjangkau kelompok yang belum tersentuh layanan negara. Sektor swasta pun memiliki peran besar, diantaranya menciptakan tempat kerja yang aman dan bebas pelecehan, mendukung program CSR (Corporate Social Responsibility) yang berfokus pada pemberdayaan perempuan, hingga memastikan platform digital bebas dari kekerasan berbasis gender. Ketika semua pihak bergerak bersama, kita bisa wujudkan ruang yang benar-benar aman dan mendukung perempuan, di dunia nyata maupun digital.