STANDING COMMITTEE HUMAN RIGHTS AND PEACE

1. Latar belakang SCO

Standing Committee on Human Rights and Peace (SCORP) terbentuk pertama kali di IFMSA (International Federation of Medical Students’ Association) pada tahun 1983. Pada saat itu, committee ini didirikan atas dasar mencuatnya masalah-masalah mengenai kesehatan dan kondisi sosial para pengungsi akibat Perang Dunia ke II; sehingga pada tahun 1983, dibentuklah sebuah committee baru di IFMSA yang bernama Standing Committee on Refugees (SCOR).

Isu pengungsi muncul secara global sehingga para mahasiswa kedokteran merasa perlu untuk mengangkat isu tersebut dan melakukan aksi. Misi SCOR adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya masalah pengungsi dan orang-orang rentan terhadap masalah kesehatan dan pelanggaran HAM. Namun, setelah berjalan beberapa tahun, SCOR menyadari kegiatan dan usaha yang dilakukan hanya terbatas untuk jangka waktu yang singkat dan hanya bersifat paliatif. Untuk menanggapi tantangan zaman yang telah berkembang dan untuk menemukan solusi jangka panjang, usaha yang dilakukan harus mengenai akar masalahnya, yaitu pencegahan konflik dan pelanggaran HAM; sehingga, pada tahun 1994 SCOR berganti nama menjadi SCORP (Standing Committee on Refugees and Peace).

Tetapi, semenjak tahun 2005, kata refugees diganti dengan human rights karena masalah global yang dihadapi sekarang jauh melampaui masalah pengungsi & perdamaian saja, tetapi juga hal terkait isu hak asasi manusia. Dengan bergantinya nama menjadi SCORP (Standing Committee on Human Rights and Peace), kini SCORP berkecimpung dalam menanggapi isu-isu yang terkait perdamaian, hak asasi manusia, prevensi terjadinya konflik, dan masalah korban bencana.

2. Visi & Misi

Visi

Terwadahinya aktivitas mahasiswa kedokteran Indonesia di bidang hak asasi manusia dan perdamaian sehingga tercipta lingkungan mahasiswa dan masyarakat yang sadar akan hal-hal yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan perdamaian.

Misi

SCORP berkomitmen mempromosikan HAM dan perdamaian. Sebagai tenaga medis profesional masa depan, kami bekerja untuk memperbaiki dan meningkatkan kesehatan pengungsi dan golongan rentan lainnya.

3. Fokus Area

1. Vulnerable People:
SCORP-CIMSA bekerja dengan berfokus pada perlindungan dan perbaikan hak serta kesehatan orang orang rentan, terutama rentan dalam konteks bencana dan kesehatan.
2. Refugee’s Health:
SCORP-CIMSA berfokus juga kepada kesehatan dan juga kesejahteraan pengungsi maupun pencari suaka.
3. Disaster Management:
SCORP-CIMSA berfokus kepada Pra-bencana (mitigasi dan pencegahan) dan juga Pasca-bencana (pemulihan dan rekonstruksi) serta berusaha mencegah timbulnya golongan rentan baru akibat bencana.
4. The Rights to Health:
SCORP-CIMSA senantiasa berjuang agar seluruh layanan kesehatan dan juga informasi kesehatan dapat diakses oleh setiap individu.

4. Activities

Human Rights Day
Perayaan Human Rights Day difokuskan kepada isu-isu HAM di tingkat global maupun nasional yang dinilai penting untuk disebarluaskan dan juga di advokasikan kepada stakeholder terkait. Seperti isu diskriminasi kepada kelompok disabilitas, isu rasisme, sampai dengan hak untuk memperoleh udara bersih bagi anak anak. Human Rights Day juga salah satu dari 2 campaign utama di SCORP IFMSA

International Day of Peace
Perayaan International Day of Peace merupakan salah satu dari 2 campaign utama SCORP IFMSA yang mengangkat mengenai isu perdamaian di dunia seperti kesejahteraan pengungsi dan juga pencari suaka.

International Women’s Day
Kampanye kolaborasi bersama SCORA yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kesetaraan gender, eradikasi kekerasan berbasis gender dan juga hak-hak wanita.

International Day of Disaster Risk Reduction
International Day of Disaster Risk Reduction berfokus kepada peningkatan kewaspadaan dan juga pengetahuan masyarakat mengenai pencegahan dan juga penanggulangan bencana serta bagaimana caranya menurunkan risiko terjadi bencana di masa mendatang.

Earth Day
Kampanye yang berfokus kepada isu isu lingkungan hidup dan bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat akan bahaya dari perubahan iklim serta mengajak untuk melakukan gerakan untuk pencegahan hal tersebut.

Earth Hour
Earth Hour berfokus juga kepada gerakan-gerakan peduli lingkungan hidup namun secara spesifik kepada penghematan energi listrik dan juga penggunaan energi terbarukan.

5. Capacity Building

Training New Human Rights Trainer (TNHRT)

Training New Human Rights Trainer merupakan sebuah kegiatan pelatihan yang diinisiasi oleh anggota Standing Committee on Human Rights and Peace (SCORP) IFMSA demi mencapai misi SCORP untuk meningkatkan kesadaran hak asasi manusia di kalangan mahasiswa kedokteran serta memberdayakan kaum pemuda untuk mengambil tindakan kemanusiaan dalam bermasyarakat. TNHRT memfasilitasi mahasiswa kedokteran yang memiliki minat terhadap pendidikan hak asasi manusia dan menyediakan pelatihan soft skills, pengembangan minat, dan kemampuan diri, serta informasi-informasi yang membantu mahasiswa kedokteran dalam membangun jejaring peer educator di bidang kemanusiaan. TNHRT akan menghasilkan Human Rights Trainer CIMSA yang akan memberikan pengetahuan mendasar tentang hak asasi manusia kepada mahasiswa kedokteran dan masyarakat mengenai pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia, serta memberdayakan mahasiswa kedokteran agar bertindak sebagai pendukung hak asasi manusia.

CIMSA’s Humanitarian Response Team (CHRT)
CIMSA’s Humanitarian Response Team, atau sering disebut sebagai CHRT adalah sebuah tim yang terdiri atas member-member SCORP-CIMSA yang telah mendapat pelatihan terstandarisasi untuk melakukan aksikemanusian seperti melakukan peninjauan kebutuhan pengungsi, menjaga pengungsi untuk tetap sehat (merencanakan program-program kesehatan di pengungsian), dan membangun serta mengusahakan tempat pengungsi yang layak. CHRT berpedoman pada Sphere Project dan bertugas membimbing lokal CIMSA untuk memberikan bantuan kemanusiaan langsung kepada korban bencana sebagai penyalur bantuan dari CIMSA se-Indonesia. Tujuan dari CHRT yaitu sebagai perpanjangan tangan CIMSA untuk memberikan bantuan secara langsung dalam bentuk konkret kepada korban bencana dalam rangka membantu pemulihan diri serta sebagai bentuk kepedulian terhadap bencana kemanusiaan yang terjadi di Indonesia.

Dalam menjalankan tugas, CHRT memiliki koordinasi sebagai berikut:
1) Masing-masing anggota CHRT berada di bawah koordinasi langsung
official CIMSA melalui NORP CIMSA, 2) Koordinasi intra CHRT merupakan tanggung jawab CHRT Coordinator. CHRT Coordinator dipilih seusai pelatihan anggota CHRT,
3) Koordinasi dilakukan minimal 1x per periode (4 bulan) lewat Cyber Meeting kecuali apabila terjadi bencana, maka akan diadakan Cyber Meeting darurat.

National Training on Human Rights Education (NTHRE)

Human Rights Education (HRE) adalah sebuah proses pendidikan, pelatihan dan informasi yang bertujuan membangun budaya universal hak asasi manusia tentang hak personal dan hak orang lain dalam kerangka pelatihan yang partisipatif dan interaktif. SCORP-CIMSA memiliki keyakinan bahwa pendidikan hak asasi manusia yang komprehensif tidak hanya memberikan pengetahuan dasar tentang hak asasi manusia dan mekanisme yang melindunginya, tetapi juga menanamkan keterampilan yang dibutuhkan untuk memajukan, membela, dan menerapkan hak asasi manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk merealisasikan hal tersebut SCORP-CIMSA menyelenggarakan National Training on Human Rights Education yang memiliki tujuan mencetak Human Rights Education Facilitator (HREF) yang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang diperlukan dalam penegakkan hak asasi manusia di dalam kehidupan sosial dan menjadi peer educator bagi sesama anggota CIMSA.

6. SCO National Meeting

SCORP CAMP

Adapun pelaksanaan SCORP CAMP yang diadakan setiap dua tahun dan merupakan tindak lanjut inti kegiatan SCORP, yaitu hal terkait penanggulangan bencana alam dan penyelesaian konflik sosial yang berkaitan dengan HAM. Selain itu, SCORP CAMP juga bertujuan meningkatkan pengetahuan serta kemampuan para anggota CIMSA khususnya anggota SCORP di seluruh Indonesia mengenai disaster management dan refugees health serta realisasi terhadap SDGs nomor 13 mengenai kepedulian terhadap lingkungan dan juga perubahan iklim yang dilakukan dalam bentuk Camp untuk mengkondisikan para peserta dengan medan operasi sesuai tema dan tinggal seperti refugees.